CERITA RAKYAT SUMATRA
ALKISAH, pada zaman dahulu, di Pulau Bali
memerintahlah seorang raja yang adil dan bijaksana. Karena bijaksana dan adilnya,
sang Raja sangat disegani dan disayangi rakyatnya. Dikisahkan sang Raja ini
mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Kecantikannya terkenal hingga ke
berbagai pelosok. Hingga setelah menginjak dewasa, banyak pemuda daerah lain
hendak melamarnya untuk dijadikan istri.
Pengkalan Limau - Tanjung Kelumpang
|
|
Suatu hari di antara para pemuda yang datang melamar itu
terdapatlah seorang putra mahkota. Namun apa hendak dikata, lamaran itu ditolak
putri sang Putri, sehingga Baginda merasa heran. Begitulah yang terjadi hingga
lamaran tujuh putra mahkota kerajaan lain selalu ditolak sang putri.
“Mengapa putriku selalu menolak setiap lamaran
yang datang?” begitu tanya baginda dalam hati. Baginda raja merasa heran dengan
kelakuan putrinya itu. Ia juga malu kepada raja-raja sekitarnya serta khawatir
kalau-kalau ada sesuatu yang disembunyikan putrinya.
Karena penolakan tersebut selalu terjadi
berulang-ulang, baginda pun bermusyawarah dengan permaisuri. Mencari tahu apa
yang membuat sang putri menolak setiap lamaran pemuda yang ingin menjadikannya
sebagai istri. Akhirnya, sepakatlah mereka berdua untuk memanggil sang putri
dan menanyakan langsung kepadanya.
Pada satu saat permasisuri pun memiliki
kesempatan yang tepat untuk memanggil putrinya dan menanyakan latar belakang
tingkah lakunya. “Anakku yang cantik, mengapa selama ini ananda selalu menolak
lamaran yang datang?” tanya sang permaisuri.
Ditanya demikian sang putri sempat terdiam
sesaat. Akhirnya dengan berat hati, sedih bercampur malu sang putri pun
menerangkan sikapnya. ”Bukanlah ananda tidak mau menerima lamaran itu. Tapi,
merasa malu dengan penyakit yang sedang ananda derita ini,” jawab sang Putri.
“Penyakit apakah yang sedang Ananda derita?” tanya sang Permaisuri lagi.
Ditanya demikian sang putri kembali terdiam.
Dia tak berani menatap ibunya. Sang Permaisuri pun segera mendekati sang Putri
dan memeluk putri kesayangannya itu. Dalam pelukan permaisuri, sambil terisak,
sang Putri pun menceritakan ihwal penyakit yang sedang ia derita. Ia menderita
penyakit kelamin.
Mendengar jawaban itu, permaisuri pun mengerti
dan merasa sedih dengan nasib putrinya itu dan menyampaikannya kepada baginda.
Mendengar berita itu baginda sangat bingung. Ia tak tahu harus berbuat apa.
Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuat sayembara. Dipanggilnya hulubalang
istana.
“Hai hulubalang, buatlah sebuah pengumuman ke
seluruh negeri ini. Barang siapa dapat menyembuhkan sang putri, sebagai hadiah
akan dinikahkan dengan putriku,” perintah baginda.
Disebarkanlah pengumuman itu ke seluruh
negeri. Banyak orang yang datang untuk mencoba menyembuhkan sang putri. Namun,
setelah berbagai ikhtiar dilakukan, tak satu pun yang berhasil. Putuslah
harapan baginda terhadap kesembuhan putrinya. Karena tak berhasil, baginda pun
memilih menempuh jalan lain. Mengasingkan sang putri ke sebuah semenanjung, di
sebelah utara Pulau Bali.
Setelah segala sesuatu disiapkan, diantar
baginda dan permaisuri beserta pembantu-pembantu istana yang telah ditentukan,
sang putri berangkat ke tempat pengasingannya. Sesampai di tempat yang dituju,
di tengah hutan, sang putri ditinggal sendiri. Kemudian, setelah memohon kepada
dewata bagi perlindungan anaknya, dengan sedih baginda pun meninggalkan tempat
tersebut.
Sebetulnya di hutan itu sang putri tak
sendiri. Ia ditemani seekor anjing, bernama Tumang. Sesekali waktu datang
beberapa orang pembantu istana datang melihat keadaannya sambil membawakan
segala keperluan hidup.
Suatu hari, ketika sang putri sedang buang air
kecil, dilihat oleh Tumang, anjing peliharaannya itu. Lalu, Tumang pun
menjilati air kencing sang putri, juga sisa-sisa air kencing yang melekat di
kemaluan sang putri. Sang putri pun membiarkannya. Kejadian seperti itu
berlangsung hampir setiap kali sang putri kencing dan cukup lama. Satu keanehan
terjadi. Penyakit yang diderita sang putri berangsur sembuh.
Sudah menjadi hukum alam bahwa, manusia adalah
makhluk yang lemah. Begitu juga dengan sang putri. Sebagai seorang gadis
remaja, ia juga mendambakan kehangatan kasih mesra seorang kekasih. Karena tanpa
pengawasan, ditambah lagi asmara yang sedang menggelora, maka perbuatan dengan
anjingnya itu berubah sebagai pelampiasan nafsunya yang sedang menggelora. Hari
berganti pekan, pekan berganti bulan, kebiasaan sang putri berujung menjadi
hubungan kelamin antara kedua makhluk berlainan jenis dan keturunan itu, hingga
akhirnya sang putri pun mengandung.
Ketika rombongan dari istana datang meninjau,
kelihatanlah bahwa keadaan putri telah berubah dari biasanya. Melihat keadaan
itu, pemimpin rombongan menanyakan kejadian sebenarnya yang dialami sang putri.
Setelah didesak, sang putri pun berterus terang dan menceritakan apa yang telah
dilakukannya dengan si Tumang.
Begitu kembali ke istana, kabar buruk itu pun
langsung disampaikan pemimpin rombongan kepada baginda dan permaisuri. Begitu
mendengar kabar tersebut, bukan main murkanya baginda. Ingin rasanya ia segera
menyudahi putrinya itu.
Setelah beberapa hari berfikir, baginda
mendapat cara untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa putrinya tersebut.
Pada suatu malam, baginda mensucikan diri dan memohon kepada dewata agar
putrinya dihukum dengan jalan menghancurkan tempat yang dihuni putrinya
berhubung tempat tersebut telah menjadi kotor, sehingga akan mencemarkan nama
baik baginda.
Dengan kehendak dewata, beberapa hari kemudian
turun hujan sangat deras disertai angin ribut yang sangat besar. Sekejap
kemudian putuslah bagian semenanjung utara Pulau Bali yang ditempati sang putri
diasingkan, lalu hanyut terapung-apung dibawa gelombang ke utara.
***
ADALAH Datu’ Malim Angin dan Datu’ Langgar
Tuban, yang sedang memancing ikan menggunakan perahu sampan. Tengah asyik
memancing, mereka berdua dikejutkan pemandangan aneh. Tak jauh dari tempat
mereka memancing nampak sebuah pulau hanyut melintas terbawa arus laut.
Dalam keheranan, Datu’ Malim Angin segera
mengayuh sampannya dan mengejar pulau hanyut tersebut. Begitu berhasil mencapai
salah satu bagian pulau tersebut, Datu’ Malim Angin segera naik ke daratan dan
mengikatkan tali sauh pada potongan sebatang pohon (konon kabarnya pohon mali
berduri, red.). Setelah mengikatkan tali sauh di potongan pohon tersebut, Datu’
Malim Angin segera menancapkannya pada sebuah gunung dan melemparkan jangkarnya
ke laut. Seketika pulau hanyut itu pun berhenti. Namun, karena baru terikat
pada satu tiang, pulau itu terus berputar.
Melihat pulau tersebut masih terus
berputar-putar, Datu’ Malim Angin pun berlari ke arah berlawan dari kayu
pertama tadi. Pada sebuah gunung Datu’ Malim Angin berhenti dan mematahkan
sebatang pohon baru’ (pohon waru, red.), lalu menancapkannya pada puncak gunung
dimana ia tadi berhenti. Setelah itu barulah pulau hanyut tersebut berhenti
berputar.
Secara turun temurun cerita pulau Bali yang
Terpotong ini berkembang secara lisan di masyarakat. Lama kelamaan
penyebutannya berubah menjadi Belitong.
Konon, gunung tempat pertama Datu’ Malim Angin
menambatkan tali sauhnya dikenal dengan Gunung Baginde, terletak di Kampung
Padang Kandis, Membalong. Gunung ini, oleh mereka yang percaya, dikenal sebagai
pancang Selatan Pulau Belitung. Dan, juga menurut mereka yang percaya, sampai
sekarang Datu’ Malim Angin masih ‘mendiami’ / menguasai gunung tersebut. Sedang
gunung kedua, adalah Gunung Burung Mandi.
Posted 22nd December 2008 by Cerita rakyat yang
paman kumpul dari semua pelosok nusantara untuk adik adik semua
CERITA RAKYAT SUMATRA
Reviewed by SDN BENDO
on
06:30
Rating:
No comments