PUISI PAHLAWAN
PUISI: KEPAHLAWANAN
GURU
Pengabaianmu sungguh menyentuh
Bersama langkah perjuangan
Membasmi orang yang tak berilmu
Guru ………………
Kemana pergi keberkahan bersamamu
Engkau sungguh pahlawan bangsa
Berusaha payah bekerja
Mengabdi kepada kebesaran rakyat
Mewujudkan jerih payah rakyat
Menjadi manusia selama tipu muslihat
Guru…………..
Pantas engkau menyandang gelar
Karena berbagai gelar engkau yang menggelar
Tapi…………..alangkah bodohnya kita
Yang selalu menghina
Membesarkan kepala
Membusungkan dada
Berjalan congkak
Membohongi otak
Padahal …………..
Beliau pahlawan rakyat
Dan golongan orang yang munanjat
By : Jumarningsih
BAHASA BANGSA
Selagi kecil berusaha muda
Tidur si anak di pangkuan bunda
Ibu bernyanyi, lagu dan gendang
Memuji si anak banyaknya sedang
Berbuai sayang malam dan siang
Buayan tergantung di tanah moyang
Terlahir berbangsa berbahasa sendiri
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah melayu
Berduka suka sertakan layu
Perasaan serikat menjadi padu
Dalam bahasanya permai merdu
Meratap menangis berduka raya
Dalam bahagia bala dan baya
Bernafas kita pemanjangkan nyawa
Dalam bahasa sambungkan jiwa
Dimana Sumatera disitu bangsa
Dimana perca disana bahasa
Andalas ku sayang janah beganah
Sejakkan kecil muda terumah
Sampai mati berkalang tanah
Lupakan bangsa tiadakan pernah
Ingat pemuda Sumatera hilang
Tiada bahasa, bangsa pun hilang
(1920 Ejaan Disempurnakan)
PERJUANGAN
Kepada taman siswa
Tentram dan damai?
Tidak, tidak Tuhanku !
Tentram dan damai waktu tidur, dimalam sepi
Tentram dan damai berbaju didalam kubur
Tetapi hidup ialah perjuangan
Perjuangan semata lautan segera
Perjuangan semata alam semesta
Hanya dalam berjuang beta merasa tentram dan damai
Hanya dalam berjuang berkorban engkau Tuhan didalam dada
DARI SEORANG GURU KEPADA MURID-MURIDNYA
Apakah yang kupunya, anak-anakku
Selama buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber pengabdian kepadamu,
Kalau dihari minggu engkau datang kerumahku
Aku takut anak-anak ku
Kursi-kursi yang tua disana
Dan meja tulis yang sederhana
Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua padamu akan bercerita
Tentang hidupku dirumah tangga
Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita dikelas
Sedang menatap wajah-wajahmu remaja
Horizon yang selalu bisa bagiku
Karena kutahu bisa bagiku
Engkau terlalu bersih dari dosa
Untuk mengenal ini semua
Solo, 1955
KEPADA KI HAJAR DEWANTARA
Dalam kebun ditanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tiada terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh dihati dunia
Dan berseri laksmi mengurang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, o….. teratai bahagia
Berseri dikebun Indonesia
Biarkan sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak terlihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau turut menjaga taman
(Oleh Sanusi Pane, 1957)
DI PONEGORO
Dimasa pembangunan ini
Tua hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyaknya
Seratus kali
Pedang dikanan, keris dikir
Berselempang semangat yang tak bisa mati maju ………
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tak menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju ……..
Bagimu negeri
Menyudahkan api
Punah diatas menghambat
Binasa diatas di tindas
Sungguh pun ajal baru tercapai
Jika hidup harus merusak
Mau ………
Serbu ……….
Serang ………..
Terjang ………….
(Oleh : Chairul Anwar)
PERTIWIKU
Sesak nafas ini kurasa
Kosong mata ini memandang
Gontai kakiku melangkah
Remuk hati ini kurasa
Benarkah ini bangsaku
Tanah air ku
Bumi pertiwiku
Tumpah darahku
Akankah kau kembali tersenyum
Akankah kau kembali ceria
Akankah tangis dan rintih tak lagi ada
Bangkitlah bangsaku!
Bangkitlah bumi pertiwiku !
Kami menunggumu
Merindu dan menantimu
Menanti disetiap detak jantungku
Hapuslah linangan air mata
Di bumi pertiwi ini
Kembalikan senyum dan cerita pertiwiku
DO’A UNTUK INDONESIA
Tidakkah sakal, negeriku? Muram dan rial
Negeri ombak
Laut yang diaruhkan musyafir
Karena tak tahu kapan badai keluar dari eraman
Negeri batu karang yang permai
Kapal-kapal menjauhkan diri
Negeri burung-burung gagak
Yang bertelur dan bersarang dimuara sungai
Unggas-unggas yang datang dan pergi
Tapi entah untuk apa
Nelayan-nelayan tak tahu
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, 1971)
WIJAYA KUSUMA
Dibalik gunung jauh disana
Terletak taman dewata raya
Tempat tumbuh Kusuma Wijaya
Bunga yang indah penawar pana
Hanya sedikit yang tahu jalan
Dari negeri sampai ke sana
Lebih sedikit lagi orangnya
Yang dapat mencapai gerbang taman
Turut suara suling krisna
Bernyanyi didalam hutan
Memanggil engkau si Trisna
Engkau dipanggil senantiasa
Mengikut sidang orang pungutan
Engkau menurut orang biasa
TERATAI
KEPADA KI HAJAR DEWANTARA
Dalam kebun ditanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tiada terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh dihati dunia
Dan berseri laksmi mengurang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, o…..Teratai bahagia
Berseri dikebun Indonesia
Biarkan sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak terlihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau turut menjaga taman
(Oleh Sanusi Pane 1957)
Pengabaianmu sungguh menyentuh
Bersama langkah perjuangan
Membasmi orang yang tak berilmu
Guru ………………
Kemana pergi keberkahan bersamamu
Engkau sungguh pahlawan bangsa
Berusaha payah bekerja
Mengabdi kepada kebesaran rakyat
Mewujudkan jerih payah rakyat
Menjadi manusia selama tipu muslihat
Guru…………..
Pantas engkau menyandang gelar
Karena berbagai gelar engkau yang menggelar
Tapi…………..alangkah bodohnya kita
Yang selalu menghina
Membesarkan kepala
Membusungkan dada
Berjalan congkak
Membohongi otak
Padahal …………..
Beliau pahlawan rakyat
Dan golongan orang yang munanjat
By : Jumarningsih
BAHASA BANGSA
Selagi kecil berusaha muda
Tidur si anak di pangkuan bunda
Ibu bernyanyi, lagu dan gendang
Memuji si anak banyaknya sedang
Berbuai sayang malam dan siang
Buayan tergantung di tanah moyang
Terlahir berbangsa berbahasa sendiri
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah melayu
Berduka suka sertakan layu
Perasaan serikat menjadi padu
Dalam bahasanya permai merdu
Meratap menangis berduka raya
Dalam bahagia bala dan baya
Bernafas kita pemanjangkan nyawa
Dalam bahasa sambungkan jiwa
Dimana Sumatera disitu bangsa
Dimana perca disana bahasa
Andalas ku sayang janah beganah
Sejakkan kecil muda terumah
Sampai mati berkalang tanah
Lupakan bangsa tiadakan pernah
Ingat pemuda Sumatera hilang
Tiada bahasa, bangsa pun hilang
(1920 Ejaan Disempurnakan)
PERJUANGAN
Kepada taman siswa
Tentram dan damai?
Tidak, tidak Tuhanku !
Tentram dan damai waktu tidur, dimalam sepi
Tentram dan damai berbaju didalam kubur
Tetapi hidup ialah perjuangan
Perjuangan semata lautan segera
Perjuangan semata alam semesta
Hanya dalam berjuang beta merasa tentram dan damai
Hanya dalam berjuang berkorban engkau Tuhan didalam dada
DARI SEORANG GURU KEPADA MURID-MURIDNYA
Apakah yang kupunya, anak-anakku
Selama buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber pengabdian kepadamu,
Kalau dihari minggu engkau datang kerumahku
Aku takut anak-anak ku
Kursi-kursi yang tua disana
Dan meja tulis yang sederhana
Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua padamu akan bercerita
Tentang hidupku dirumah tangga
Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita dikelas
Sedang menatap wajah-wajahmu remaja
Horizon yang selalu bisa bagiku
Karena kutahu bisa bagiku
Engkau terlalu bersih dari dosa
Untuk mengenal ini semua
Solo, 1955
KEPADA KI HAJAR DEWANTARA
Dalam kebun ditanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tiada terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh dihati dunia
Dan berseri laksmi mengurang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, o….. teratai bahagia
Berseri dikebun Indonesia
Biarkan sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak terlihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau turut menjaga taman
(Oleh Sanusi Pane, 1957)
DI PONEGORO
Dimasa pembangunan ini
Tua hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyaknya
Seratus kali
Pedang dikanan, keris dikir
Berselempang semangat yang tak bisa mati maju ………
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tak menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju ……..
Bagimu negeri
Menyudahkan api
Punah diatas menghambat
Binasa diatas di tindas
Sungguh pun ajal baru tercapai
Jika hidup harus merusak
Mau ………
Serbu ……….
Serang ………..
Terjang ………….
(Oleh : Chairul Anwar)
PERTIWIKU
Sesak nafas ini kurasa
Kosong mata ini memandang
Gontai kakiku melangkah
Remuk hati ini kurasa
Benarkah ini bangsaku
Tanah air ku
Bumi pertiwiku
Tumpah darahku
Akankah kau kembali tersenyum
Akankah kau kembali ceria
Akankah tangis dan rintih tak lagi ada
Bangkitlah bangsaku!
Bangkitlah bumi pertiwiku !
Kami menunggumu
Merindu dan menantimu
Menanti disetiap detak jantungku
Hapuslah linangan air mata
Di bumi pertiwi ini
Kembalikan senyum dan cerita pertiwiku
DO’A UNTUK INDONESIA
Tidakkah sakal, negeriku? Muram dan rial
Negeri ombak
Laut yang diaruhkan musyafir
Karena tak tahu kapan badai keluar dari eraman
Negeri batu karang yang permai
Kapal-kapal menjauhkan diri
Negeri burung-burung gagak
Yang bertelur dan bersarang dimuara sungai
Unggas-unggas yang datang dan pergi
Tapi entah untuk apa
Nelayan-nelayan tak tahu
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, 1971)
WIJAYA KUSUMA
Dibalik gunung jauh disana
Terletak taman dewata raya
Tempat tumbuh Kusuma Wijaya
Bunga yang indah penawar pana
Hanya sedikit yang tahu jalan
Dari negeri sampai ke sana
Lebih sedikit lagi orangnya
Yang dapat mencapai gerbang taman
Turut suara suling krisna
Bernyanyi didalam hutan
Memanggil engkau si Trisna
Engkau dipanggil senantiasa
Mengikut sidang orang pungutan
Engkau menurut orang biasa
TERATAI
KEPADA KI HAJAR DEWANTARA
Dalam kebun ditanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tiada terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh dihati dunia
Dan berseri laksmi mengurang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, o…..Teratai bahagia
Berseri dikebun Indonesia
Biarkan sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak terlihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau turut menjaga taman
(Oleh Sanusi Pane 1957)
PUISI PAHLAWAN
Reviewed by SDN BENDO
on
00:15
Rating:
No comments